Informasi Peluang Bisnis Mudah

Grosir Batik Distroku

Jadi Pengusaha Karena Cinta Sayuran Organik

Share on :
Bekerja di perusahaan finansial berskala multinasional tak membuat Benny Sanusi terlena. Status “Pegawai” yang disandang Benny menyadarkannya bahwa masa produktif seorang pegawai ada batasnya. Apalagi banyak karyawan baru yang berstatus fresh graduate – yang disebut Benny sebagai Darah Muda – yang bekerja di perusahaannya. Secara perlahan, para pegawai muda penuh bakat ini menggeser peran dan posisi para senior. Jauh sebelum masa pensiun, ia sudah merencanakan langkah untuk menjadi entrepreneur. Sebuah pilihan, yang menurut orang-orang terdekat Benny, dinilai cukup berisiko.
Rasa cintanya pada dunia pertanian membuatnya berani mengajukan resign dari sebuah perusahaan multinasional saat karir di puncak, untuk merintis kebun organik. Dalam waktu dekat, ia menargetkan akan mengekspor sayur dan buah organiknya ke Singapura.

Sedari dulu, di antara rekan kerjanya, Benny Sanusi terkenal freak akan sayuran organik. Setiap ada kesempatan, ia akan selalu menjelaskan kelebihan sayuran organik kepada teman-temannya. Bahkan, di jok belakang mobil milik pria kelahiran 22 Mei 1957 ini dipenuhi dengan berkas-berkas pertanian organik. Padahal, Benny bekerja di sebuah perusahaan finansial berskala multinasional. Bukan di perusahaan yang berkaitan dengan pertanian dan perkebunan.
“Saya 23 tahun berkarir di JP Morgan. Sejak 1981 hingga 2003. Pada tahun 2000 sebenarnya sudah mengajukan pengunduran diri, tapi nggak dikasih sama perusahaan,” cerita Benny.

Setidaknya, Benny sudah 23 tahun berkarir di JP Morgan, sebuah perusahaan finansial yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. Ia memulai karir dari bawah. Sebagai seorang staf administrasi. Sementara itu, jabatan terakhir yang diembannya setara posisi asisten manajer. “Saya bekerja di JP Morgan sejak 1981 dan resmi berhenti pada 2003,” terang Benny.

Sejatinya, sudah sejak tahun 2000, dirinya mengajukan pengunduran diri. Namun, karena Benny masih dibutuhkan di perusahaan, proses mundur pun harus tertunda. Namun, sejak tahun 2000, hati Benny sudah berpaling ke Mega Mendung, tempat lahan organiknya berada. Sembari bekerja, ia mempelajari seluk beluk tanaman organik, termasuk manfaat sayuran organik bagi tubuh. Di mata teman-temannya, Benny dikenal freak akan sayuran organik. Bahkan, mobilnya dipenuhi berkas mengenai sayuran organik.
Sebenarnya, Benny terlebih dulu berkenalan dengan dunia pertanian lewat sistem penanaman hidroponik. Seorang kawan memperkenalkan sistem itu. Tapi, di tengah penjajakan atas dunia hidroponik, Benny justru kepincut pesona sayuran organik. “Saya belok dikit ke pertanian organik,” terang Benny, terkekeh.

Waktu itu, ia menyediakan modal Rp100 juta, hasil dari tabungan semasa bekerja, untuk membeli sepetak lahan di Desa Sukagalih, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor. Lahan seluas 5.000 meter persegi ini memiliki latar belakang Gunung Gede Pangrango. Jadi, selain menjadi tempat usaha, lahan ini juga menjadi “tempat rekreasi” Benny dari rutinitas sehari-hari. “Saya termasuk nekat masuk dunia organik. Soalnya, saya tidak punya latar belakang pertanian. Trial dan error saja lah,” kata dia. Tapi, kalo bicara soal pemasaran hasil kebun organiknya, Benny tak ada lawan. Ia begitu fasih menjual brokoli organiknya. Sebab, ia punya segudang pengalaman berdagang, mulai berjualan baju sampai sepeda saat masih bekerja kantoran. Benny membocorkan, konsumen pertama hasil kebun organiknya adalah kawan-kawannya sendiri di JP Morgan. “Sampai sekarang mereka masih setia membeli sayuran organik dari kebun saya,” kata Benny, bungah.

Dari Arisan ke Arisan
Perjalanan bisnis memang tak semulus kulit terong. Selain pernah gagal panen perdana, kebun organik Benny juga penah hancur tersapu angin putting beliung. Kondisi alam dan cuaca memang kerap menjadi kendala.
Tantangan lain yang ia hadapi adalah masih minimnya kesadaran masyarakat akan manfaat sayuran organik. Apalagi harga sayuran organik lebih mahal ketimbang sayuran non organik. “Waktu saya mulai usaha ini, banyak yang belum paham apa itu organik. Belum lagi mereka suka protes karena harganya lebih mahal tapi kondisi sayur tak secantik sayur non organik,” kenang Benny. Memang, penampakan sayur organik tak seindah sayur non organik. Oleh karena tak disemprot pestisida, kadang kala ulat pun tak segan untuk ikut mencicipi sayuran itu. Alhasil, daun selada pun menjadi bolong-bolong. Tapi, justru itu kelebihan sayur organik: aman dikonsumsi.

Untuk memasarkan produk sayuran organiknya, yang diberi merek Benny's Organic Garden, Benny mengadopsi pola marketing farmers market, gaya petani negeri Paman Sam. Ia menjual secara langsung hasil buminya ke konsumen. Selain ke perkantoran, ia juga menjajakan ke perumahan, serta rajin mengikuti arisan, dan segala macam kegiatan yang banyak didatangi kaum hawa, terutama kalangan ekspatriat. Benny tak merasa malu atau jengah saat menawarkan sayur di depan ibu-ibu peserta arisan. “Ketika saya mendatangi konsumen secara langsung, saya bisa berkomunikasi dengan mereka. Bersentuhan langsung dan membangun relasi yang baik dengan konsumen,” kata ayah dua putra ini. Walhasil, konsumen pun loyal pada produk Benny's Organic Garden.
Benny mengaku pernah mendistribusikan produknya ke supermarket. Tapi, ia kurang sreg dengan sistem pembayaran yang digunakan. “Mereka menganut sistem pembayaran tunda. Ini cukup merepotkan saya, karena bayaran petani tak bisa dengan sistem tunda,” keluh pria berkacamata yang sedang asyik menulis buku.
Saat ini lahan perkebunan organiknya sudah mencapai 1,3 hektar, berbagai jenis sayuran seperti bayam merah dan hijau, brokoli, buncis, kacang merah, tomat, berbagai macam sayuran Jepang, sampai wortel yang jadi primadona Benny’s Organic Garden. “Targetnya sampai 20 jenis tanaman, namun tergantung musim juga. Dan yang mengolah kebun organik tidak bisa monokultur atau hanya menanam satu jenis tanaman, namun harus beberapa macam,supaya jika satu gagal panen masih ada jenis lainnya,” jelas pria kelahiran 22 Mei 1957 ini.

Walau omzetnya tiap bulan masih terbilang kecil, tetapi Benny begitu menikmati pilihannya menjadi petani. “Justru banyak yang bilang saya tampak lebih segar sekarang,” katanya, dengan senyum terkembang. Ia memiliki kebebasan waktu untuk menentukan ritme kerjanya sendiri, kendati ia sempat mengalami jetlag ketika memutuskan menjadi petani. Beradaptasi dengan budaya petani yang jauh dari kehidupan glamor, bergulat dengan kotornya tanah dan teriknya matahari, serta harus mengencangkan ikat pinggang di awal usahanya menjadi perjuangan tidak hanya bagi Benny namun juga bagi kedua putranya. “Awalnya anak-anak saya senang kalau saya pulang membawa hasil pertanian, namun mereka juga protes karena jadi jarang saya ajak jalan-jalan ke mall,” kenang Benny yang kerap diundang sebagai pembicara di berbagai seminar dalam kapasitasnya sebagai ‘petani’ organik.

Tidak pernah terbersit kata menyesal dalam benak Benny. Menjadi petani bagi Benny adalah sebuah pilihan tepat. Buku, internet, dan kegemarannya berguru dengan berbagai orang yang sudah lebih ahli soal organik menjadi jendela pengetahuan baginya. Termasuk dalam soal pengelolaan perkebunan organiknya sebagai sebuah usaha yang mengejar profit, ujarnya, “Prinsipnya dalam bisnis, buy low sell high, itu yang saya jalankan. Soal pemilihan timing dan karakter bisnis prosesnya learning by doing bahkan sampai detik ini.” Targetnya, Benny ingin mengekspor sayuran organiknya, ia sedang menjajaki kemungkinan merambah pasar Singapura dengan terlebih dulu melakukan penetrasi pasar ke Batam yang notabene dekat dengan Singapura.

0 komentar on Jadi Pengusaha Karena Cinta Sayuran Organik :

Post a Comment and Don't Spam!

˘